Kritik
Interpretif (Interpretive Criticism) yang berarti adalah sebuah kritik yang
menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental, Kritikus pada jenis ini
dipandang sebagai pengamat yang professional. Bentuk kritik cenderung subyektif
dan bersifat mempengaruhi pandangan orang lain agar sejalan dengan pandangan
kritikus tersebut. Dalam penyajiannya menampilkan sesuatu yang baru atau
memandang sesuatu bangunan dari sudut pandang lain.
Tiga meotde kritik interpretif :
1. Kritik
Evokatif (Evocative) (Kritik yang membangkitkan rasa)
Menggugah pemahaman intelektual atas makna
yang dikandung pada suatu bangunan. Sehingga kritik ini tidak mengungkap suatu
objek itu benar atau salah melainkan pengungkapan pengalaman perasaan akan
ruang. Metode ini bisa disampaikan dalam bentuk naratif (tulisan) dan
fotografis (gambar).
2. Kritik
Advokatif (Advocatory) (Kritik yang membela, memposisikan diri seolah-olah kita
adalah arsitek tersebut.)
Kritik dalam bentuk penghakiman dan mencoba
mengarahkan pada suatu topik yang dipandang perlu. Namun bertentangan dalam hal
itu kritikus juga membantu melihat manfaat yang telah dihasilkan oleh arsitek
sehingga dapat membalikkan dari objek bangunan yang sangat menjemukan menjadi
bangunan yang mempersona.
3. Kritik
Impresionis (Imppressionis Criticism) (Kritik dipakai sebagai alat untuk
melahirkan karya seni baru).
Kritik ini menggunakan karya seni atau
bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya seninya
CONTOH KRITIK INTERPRETIF, MASJID AL-IRSYAD
BANDUNG
Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan dimulai pembangunannya
pada hari Senin, 7 September 2009 bertepatan dengan 17 Ramadhan 1430 H (Nuzulul
Quran), dan diresmikan pada bulan Agustus 2010. Masjid tersebut dibangun di
atas lahan seluas 1 Ha yang menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan
dengan Al Irsyad Satya Islamic School (berafiliasi dengan Madrasah
Al-Irsyad Al-Islamiyah of Singapore) sebuah sekolah Islam international yang
ada di Kota Baru Parahyangan. Bangunan masjid dapat menampung 1500 jamaah.
Menurut Ridwan Kamil, arsitek mesjid Al-Irsyad ini, bentuk mesjid berupa kubus
sederhana tersebut terinspirasi oleh Ka'bah yang ada di Masjidil Haram. Fasad
Masjid ini merupakan susunan concrete block yang membentuk kaligrafi kalimat
As-Syahadah.
Masjid Al Irsyad meraih Penghargaan "The Best 5 World
Building of The Year 2011 untuk kategori Bangunan Religi, versi Archdaily &
Green Leadership Award tahun 2011 dari BCI Asia.
Panorama pegunungan tersebut
memperlihatkan superioritas kebesaran alam. Siapa pun yang tengah bermunajat ke
hadapan-Nya dan melihat pemandangan tersebut akan merasa sangat kecil sehingga
diharapkan manusia agar selalu rendah hati.
Untuk
bagian ekteriornya, bentuk masjid sekilas hanya seperti kubus besar layaknya
bentuk bangunan Kabah di Masjidil Haram, Arab Saudi. Menurut sang arsitek dalam
berbagai media, kubah hanya bagian dari identitas budaya, sehingga beliau lebih
memilih untuk menampilkan identitas keislaman melalui kalimat syahadat raksasa.
Kalimat ini ditampilkannya melalui susunan bata pembentuk dinding masjid.
Dengan
konsep ini, dari luar terlihat garis-garis hitam di sekujur dinding masjid.
Jika dicermati, kisi-kisi dinding dengan susunan bata bolong ini membentuk dua
kalimat syahadat dalam huruf Arab. Teknik ini menjadikan tubuh bangunan
layaknya sebuah seni kaligrafi tiga dimensi dengan ukuran yang sangat besar.
Selain
itu, kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai penerangan yang bersifat bolak-balik
dan sangat artistik. Siang hari, cahaya alami matahari akan menembus ke ruang
dalam. Pada momen ini, cahaya tersebut terlihat seperti sebuah elemen digital
yang membentuk dua kalimat syahadat. Pada malam hari cahaya dari dalam masjid
akan memancar keluar, membentuk kaligrafi syahadat yang berpencar.
Tidak
dapat dipungkiri, masjid ini adalah satu mahakarya seni bangunan kontemporer
yang mendobrak pakem- pakem tradisi bentuk masjid. Jadi tidak heran masjid ini
terkenal sampai belahan dunia dan sang perancangpun berhasil membuat sebuah
maha karya besar bagi perkembangan seni arsitek di Indonesia. Disaat bulan
Ramadhan seperti saat ini banyak orang dari berbagai daerah yang dengan sengaja
untuk singgah ke Masjid Al-Irsyad, beri’tikaf, melakukan ibadah Ramadhan, dan
tak lepas dari pengunjung untuk mengabadikan keindahan bangunan masjid sembari
berphoto-photo dan menikmati keindahan lingkungan sekitar masjid. Jadi setelah
disebutkan beberapa keterangan mengenai Masjid Al-Irsyad tadi, tak ada lagi
alasan bagi warga Bandung untuk mengenal dan tau akan keberadaan masjid
fenomenal ini
CONTOH KRITIK INTERPREKTIF - EVOKATIF MUSEUM
DI TENGAH KEBUN, KEMANG, JAKARTA.
Museum Di Tengah Kebun terletak di Jalan
Kemang Timur Raya Nomor 66, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12730. Museum ini
memiliki ± 4.000 koleksi benda-benda bersejarah dan antik dari seluruh
Indonesia dan mancanegara. Museum Di Tengah Kebun adalah museum pemilik pribadi
oleh Sjahrial Djalil, salah satu tokoh periklanan modern Indonesia dan pendiri
biro iklan Ad Force Inc, yang berdiri di tengah kebun seluas 3.500 m2
Tampak Depan Rumah Di Kebun
Gaya arsitektur pada museum ini adalah mirip
dengan Rumah Adat Betawi yaitu Rumah Kebaya. Sebelum memasuki area bangunan
museum, pengunjung dimanjakan jalan masuk dengan tiap sisinya dikelilingi oleh
pagar tanaman tinggi yang menciptakan suasana asri dan sejuk seperti bukan di
tengah Kota Jakarta. Terdapat banyak jenis pohon tinggi nan rimbun sehingga
semakin membuat suasana seperti di pedesaan.
Jalan Masuk
Museum ini memiliki bangunan utama yang
didalamnya terdapat banyak benda koleksi dari si pemilik yang memang sangat
menyukai benda antik. Suasana interior pun tidak kalah asri dengan di luar
bangunan museum. Setiap ruangan yang diisi oleh koleksi Sjahrial Djalil,
memiliki konsep dan tema berbeda. Seperti pada Ruang Majapahit yang didesain
bergaya Jawa Tengah, dengan furnitur terbuat dari kayu, semakin menambah kesan
bersejarah dan tradisional.
Ruang Majapahit
Suasana yang berbeda juga didapat di Ruang Keluarga yang mengusung
konsep furnitur penggabungan dari 3 kultur yaitu Eropa, Cina, dan Jawa yang
semakin menciptakan suasana seperti di sebuah villa di tengah gunung. Nuansa
hangat, nyaman, dan akrab ditimbulkan oleh ruangan ini, semakin membuat
pengunjung betah untuk berlama – lama duduk di ruangan ini.
Ruang Keluarga
Selain
ruangan – ruangan berkesan hangat dan nyaman diatas, halaman belakang museum
ini pun didesain sangat sejuk seperti pengunjung berada di sebuah villa luas di
pegunungan. Terdapat pendopo di tengah halaman untuk bersantai atau hanya
sekedar duduk – duduk menikmati pemandangan halaman museum yang luas dan hijau.
refrensi :
https://finifio.wordpress.com/2015/11/03/kritik-interpretatif-arsitektur/
http://asep-inars.blogspot.com/2014/01/kritik-arsitektur-soft-skill.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar